Irene Handoko lahir dalam keluarga katolik etnis tionghoa
yang taat. Sejak kecil ia sudah bercita-cita menjadi seorang biarawati. Waktu
berusia 19 tahun ia mengambil fakultas comparative religion, jurusan
islamologi. Disini untuk pertama kali Irene mengenal islam dan diperbolehkan
membaca AL-Quran dengan syarat untuk mencari kelemahan-kelemahan islam.
Entah mengapa, surat yang pertama kali dibaca irena adalah
surat Al-Ikhlas. Pelan-pelan surah itu dibaca dan diresapi. Dalam hati
kecilnya, ia membenarkan bahwa ALLAH itu Ahad, ALLAH itu satu, ALLAH tidak
beranak, tidak diperanakkan, dan tidak sesuatu pun yang menyamai-NYA. Konsepsi
ini lantas menjadi bahan diskusi Irene dengan pastur. Irene tetap bersikukuh
bahwa Tuhan itu satu tidak sebagaimana konsep ‘trinitas’ yang selama ini
diajarkan dan menjadi dogma yang wajib diterima tanpa perlu dipertanyakan.
Keteguhan inilah yang menjadi awal mula perselisihannya dengan pastur sehingga
ia memutuskan dengan kesadaran penuh untuk keluar dari biara.
Pencariannya ihwal kebenaran Islam kian menggila. Berbagai
literature pun dibaca. Sampai suatu ketika, ia menemukan keterangan tentang
sejarah penuhanan yesus. Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan
‘Tuhan’ terjadi pada 325 Masehi. Sebelum itu, yesus belum menjadi tuhan. Yang
melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Romawi, Kaisar Constantien.
Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi) di kota Nizea.
Kebiasaannya mengkaji Al-Quran tetap diteruskannya, sampai
Irene berkesimpulan bahwa agama yang hak itu Cuma satu, Islam. Dan pada
akhirnya Irene pun membaca dua kalimat syahadat dan pergi haji ke Tanah Suci.
Ia pun kerap diundang untuk berdakwah di Jakarta. (Kisah Para Mualaf merengkuh
Hidayah, 2010)
Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik
‘tombol share di bawah’